Sunday 14 October 2012

Kisah Nyata, Kesetiaan Seekor Anjing Kepada Tuannya






Kisah Hachiko adalah sebuah legenda yang saat kita membaca atau menonton
film tentang kisah kesetiaan anjing dari Jepang ini dapat dipastikan
kita terharu mengetahui kisah Hachiko ini. Berikut cerita atau kisah
yang sangat-sangat mengharukan tersebut :
Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya. Namanya
Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing
kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu
sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap
hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api.
Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun. Di
stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa
beranjak pergi sebelum sang profesor kembali.. Dan ketika Profesor Ueno
kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko
sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang
dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.

Musim dingin di Jepun tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju.
Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga
kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian
yang hangat.
Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia
seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat
dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju
kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang
semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di
rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak
menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket
tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun Shibuya
bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat
tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor
untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.
Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang
seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang
sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor
Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua
pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan
anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun
dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.
Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang
sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko
memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam
kereta, seakan dia ingin mengucapkan,” saya akan menunggu tuan kembali.”
” Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi
sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.
Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak
keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta
segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu.
Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya
dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta
pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel
di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.


Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas
menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai
mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya.
Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulan lewat
koridor kampus.
Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar
yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik
kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh
karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan
Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka
berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya
usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.




Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan
memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan
kembali ke rumah Profesor di Shibuya.
Menjelang malam udara semakin dingin di stesen Shibuya. Tapi Hachiko
tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah.
Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mundar-mandir
di sekitar balkon Hachiko mencuba mengusir kegelisahannya. Beberapa
orang yang ada di stesen merasa hiba dengan kesetiaan anjing itu. Ada
yang mendekat dan mencuba menghiburnya, namun tetap saja tidak dapat
menghilangkan kegelisahannya.Malam pun datang. Stesen semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ.
Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang
tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta
datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi
selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang.
Bahkan hingga esoknya, dua hari kemudian, dan berhari-hari berikutnya
dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di
stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.
Para pegawai stesen yang kasihan melihat Hachiko dan perasaan ingin tahu kenapa
Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang
terjadi. Akhirnya didapat khabar bahawa Profesor Ueno telah meninggal
dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.
Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah
kembali lagi dan memujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi
anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu
dan menunggu tuannya di stesen itu, seakan dia yakin bahwa tuannya
pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena
jarang makan.
Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus
menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang
datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat
menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor
anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang
sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang
memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.
Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3
petang, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari
itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan
di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor
kepada pegawai keamanan. Sejenak kemudian suasana menjadi ramai. Pegawai
itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan
ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati.
Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.
Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stesen
Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu.
Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah
arti kesetiaan yang kadang justeru langka terjadi pada manusia.



Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu
mereka kemudian membuat sebuah patung di dekat stesen Shibuya. Sampai
sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk
membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan
seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiko saat mereka harus menunggu
maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Hachiko pun dijadikan symbol
kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.





Ini merupakan kisah yang membuat hati saya tertegun setelah membaca kisahnya.




0 Ulasan:

Post a Comment